"Aku sudah nggak sanggup lagi hidup dengannya, Tria", katamu di siang kita bertemu.
"Hei, apa yang terjadi ?", tanyaku sambil tak lepas mataku dari laptopku
"10 tahun aku bersamanya, banyak yang kami alami. Saat dia belum bekerja dan sekarang sudah menempati posisi yang cukup baik di kantornya"
"Aku bisa mengerti dan selalu berusaha memahaminya, Tria"
"Semua kebaikannya dan juga semua kebiasaan buruknya'
"Hanya untuk yang satu ini aku tidak bisa lagi memahaminya, terlalu jauh dari batas pikirku"
"Aku merasa, aku tak lagi mengenalnya, dia bukan Bagas yang aku kenal dulu", begitu lancar kamu cerita padaku. Selancar banjir kiriman dari Bogor
"Emang, Bagas kenapa ?", tanyaku bergaya bloon, padahal aku tahu ini persoalan yang serius.
"Kamu kenal Maya ?", tanyamu padaku
"Yup, si marketing centil itu kan ?"
"Iya bener. Aku curiga, sepertinya antara Bagas dan Maya itu ada apa-apanya", katamu, kali ini dengan intonasi yang agak ditekan-tekan dan panasss...
"Kenapa setiap telepon masalah pekerjaan dengan Maya lamaaaa banget, trus Bagas tuh sekarang ekstra perhatian dengan Maya"
"Kadang kalau dia liat ada tas di satu butik pas kita jalan, dia bilang eh itu kayak tasnya Maya"
"Maya, mayaaaaaa terus di setiap perbincangan kami", kali ini ada kegundahan dalam kalimatmu.
"Coba kamu intropeksi deh, kira-kira apa yang sebenarnya jadi masalah di antara kalian berdua", kataku seperti penasehat pernikahan.
"Aku sudah coba intropeksi, Tria"
"Aku merasa sudah cukup sebagai istri. Aku selalu siapkan apa yang dibutuhkan di rumah. Aku selalu tampil oke buat dia. Aku juga selalu mendukung apa yang dia lakukan, lalu apa lagi ?"
Waduh, aku jadi binggung nih. Bukannya rasa 'cukup' disetiap orang itu berbeda. Cukup buatku belum tentu cukup buatmu, kan ?
"Hmm, gini deh say, jangan buru-buru terbawa emosi, coba deh pelan-pelan ajak bicara Bagas. Cari waktu libur trus bicara dari hati ke hati"
"Mungkin ada keinginan Bagas yang tidak tersampaikan, jadi cari pelampiasan deh ke Maya", aku coba bercanda biar nggak terlalu tegang.
Matamu mulai bersaput bening airmata. Tapi aku tahu kamu menahannya sekuat tenaga.
"Nangis aja deh say, biar lega", kataku mencoba menghiburnya
Lalu kamu menangis. Dan aku membiarkanmu melapangkan rasa sedihmu.
Sambil menunggu kamu menangis, sayup-sayup aku dengar lagu "I honestly love you- Olivia Newton John - Jim Brickman", akupun update status facebook ku :
"Bagian terberat dari mencintaimu adalah saat aku tahu bahwa aku tak lagi ‘cukup’ buatmu.."
"Hei, apa yang terjadi ?", tanyaku sambil tak lepas mataku dari laptopku
"10 tahun aku bersamanya, banyak yang kami alami. Saat dia belum bekerja dan sekarang sudah menempati posisi yang cukup baik di kantornya"
"Aku bisa mengerti dan selalu berusaha memahaminya, Tria"
"Semua kebaikannya dan juga semua kebiasaan buruknya'
"Hanya untuk yang satu ini aku tidak bisa lagi memahaminya, terlalu jauh dari batas pikirku"
"Aku merasa, aku tak lagi mengenalnya, dia bukan Bagas yang aku kenal dulu", begitu lancar kamu cerita padaku. Selancar banjir kiriman dari Bogor
"Emang, Bagas kenapa ?", tanyaku bergaya bloon, padahal aku tahu ini persoalan yang serius.
"Kamu kenal Maya ?", tanyamu padaku
"Yup, si marketing centil itu kan ?"
"Iya bener. Aku curiga, sepertinya antara Bagas dan Maya itu ada apa-apanya", katamu, kali ini dengan intonasi yang agak ditekan-tekan dan panasss...
"Kenapa setiap telepon masalah pekerjaan dengan Maya lamaaaa banget, trus Bagas tuh sekarang ekstra perhatian dengan Maya"
"Kadang kalau dia liat ada tas di satu butik pas kita jalan, dia bilang eh itu kayak tasnya Maya"
"Maya, mayaaaaaa terus di setiap perbincangan kami", kali ini ada kegundahan dalam kalimatmu.
"Coba kamu intropeksi deh, kira-kira apa yang sebenarnya jadi masalah di antara kalian berdua", kataku seperti penasehat pernikahan.
"Aku sudah coba intropeksi, Tria"
"Aku merasa sudah cukup sebagai istri. Aku selalu siapkan apa yang dibutuhkan di rumah. Aku selalu tampil oke buat dia. Aku juga selalu mendukung apa yang dia lakukan, lalu apa lagi ?"
Waduh, aku jadi binggung nih. Bukannya rasa 'cukup' disetiap orang itu berbeda. Cukup buatku belum tentu cukup buatmu, kan ?
"Hmm, gini deh say, jangan buru-buru terbawa emosi, coba deh pelan-pelan ajak bicara Bagas. Cari waktu libur trus bicara dari hati ke hati"
"Mungkin ada keinginan Bagas yang tidak tersampaikan, jadi cari pelampiasan deh ke Maya", aku coba bercanda biar nggak terlalu tegang.
Matamu mulai bersaput bening airmata. Tapi aku tahu kamu menahannya sekuat tenaga.
"Nangis aja deh say, biar lega", kataku mencoba menghiburnya
Lalu kamu menangis. Dan aku membiarkanmu melapangkan rasa sedihmu.
Sambil menunggu kamu menangis, sayup-sayup aku dengar lagu "I honestly love you- Olivia Newton John - Jim Brickman", akupun update status facebook ku :
"Bagian terberat dari mencintaimu adalah saat aku tahu bahwa aku tak lagi ‘cukup’ buatmu.."
.............
0 komentar:
Posting Komentar