Ajaib Hati

Matahari sudah tidak tinggi, aku bergegas ke toko bunga untuk membeli seikat besar bunga krisan dan beberapa tangkai sedap malam.

Hari ini tepat 6 bulan mama meninggalkan kami. Rasa kehilangan itu sudah mulai membiasa dalam diri.

"Bunganya dirangkai biasanya mbak", kata mbak pedagang bunga

"Dirangkai bulat saja mbak, trus di tengahnya di sisipi bunga sedap malam", kataku

Begitu selesai, segera akau melajukan mobilku ke arah makam mama. Aku sendirian.

Begitu sampai di depan gerbang makam mama, aku lihat mobil warna putih terparkir rapi. Dalam hati aku bertanya, siapa ya ? tapi sudahlah ini kan makam umum, siapa tahu ada juga keluarga yang berziarah sore ini.

Sampai depan  makam, aku terkejut. Di depan makam mama ada seorang laki-laki setengah baya khusyuk berdoa. Di tangan kirinya membawa mainan semacam kitiran dan tangan kanannya membawa setangkai mawar merah dan ada kulihat secarik kertas, entah apa.

"Assalamualaikum", kataku menyapa

Laki-laki itu agak kaget, dan menjawab dengan terbata, "wa alaikum salam"

Rasa heran masih menyelimutiku, apa mungkin salah makam bapak ini, pikirku.

"Bapak siapa ?", kataku pelan-pelan takut menyinggung perasaannya

Laki-laki menghentikan doanya dan menatapku tajam. Dia berdiri dan mengulurkan tangannya.

"Saya Imam", katanya pelan

"Duduklah"

Aku duduk tepat didepannya, disamping makam mama.

"Bapak kenal dengan mama ?, bapak dari mana ?", bertubi aku bertanya

Dia menghela napas panjang, menatapku dan berkata,

"Aku kenal ibumu, ibumu adalah puisi kehidupanku"

"Kami berkenalan 4 tahun yang lalu, lewat larik-larik puisi. Ibumu membaca puisiku dan dia tertarik. Kami berkenalan dan sejak saat itu kami selalu berbincang. Tentang puisi, tentang makna qur'an dan tentang apa saja, juga tentang mainan ini. Kitiran."

"Ibumu pengagum kitiran dan aku pemainnya. Hampir setiap hari kami bercakap. Tapi kami berjanji tidak akan pernah bertemu juga tidak akan pernah bercakap di telepon. Kami sepakati janji kami itu."

"Semakin lama kami bersama, ada rasa di antara kami, aku mengaguminya dan mungkin ibumu mengagumi aku. Kami saling tahu rasa kami, tapi kami tak mau mengingkari janji kami"

"Aku memujanya, dia adalah perempuan dengan hati terlembut. Hati yang lembut tapi kuat"

Laki-laki itu telihat menahan sekuat tenaga airmatanya. Dia menghela napas panjangnya, dan melanjutkan ceritanya.

"Ibumu tak pernah cerita tentang sakitnya. Dia selalu bisa menjadi penyemangat jiwa dengan canda tawanya dengan cerita-ceritanya".

"Hingga akhirnya 6 bulan yang lalu, sapaanku tidak lagi dijawab ibumu. Aku menunggu status barunyapun tak lagi ada. Aku nggak tahu apa yang terjadi"

"Aku nggak tahu harus bertanya kepada siapa tentang ibumu, aku hanya bisa mendoakannya. Walaupun di hati kecilku sedih luar biasa. Aku kehilangan penyemangatku, aku kehilangan cerita-cerita indah, aku kehilangan puisiku"

"Sampai kemarin malam aku mendapat berita bahwa ibumu sudah 'pergi' 6 bulan yang lalu. Aku berantakan. Aku seperti kehilangan sebagian hatiku. Kami tak pernah bertemu, tapi kami sangat mengenal, kami sangat dekat".

Laki-laki itu kini tak bisa membendung airmatanya. Dia terdiam. Aku pun tak terasa meneteskan airmata.

"Ibumu pun sering bercerita tentang kamu, adikmu, ayahmu. Dia sangat mencintai kalian. Kalian adalah dedikasi hidupnya"

Tiba-tiba dia mengalihkan pembicaraan, "Apa kabar ayahmu ?, baik-baik saja kan ?"
"Adikmu juga baik kan ?"

Aku mengangguk, dan mengusap airmataku.

"Ini kartu nama om, sekali-kali kamu telpon om, kita cerita-cerita soal ibumu, oke ?", dia menyerahkan kartunamanya ke arahku dan segera pamit.

Diletakan bunga dan kitiran di atas makam mama, di kecup pelan nisan mama, dan membisikan kata, entah apa. Kemudia dia bergegas.

"Om pamit ya, sampaikan salam hormat ke papa dan adikmu", katanya

Aku berdiri, dan dengan terbata aku bilang, "Om, bolehkan saya panggil om dengan papa?"

Dia terkejut dan tiba-tiba tersenyum bahagia, "Tentu saja boleh Rara, panggil aku dengan ayah saja"

Lalu dia memelukku, aku menangis. Dalam hati aku berkata, aku akan menyayangi laki-laki ini, pasti mama suka, karena sebagian cinta mama ada di hati laki-laki ini.Ini Ayah Puisiku...

Kemudian dia pamit, kucium tangannya dan dia bergegas menuju mobilnya dan melaju pulang.

Tinggal aku sendirian di makam. Aku tatap bunga mawar itu, kitiran itu dan kubuka secarik kertas warna biru itu.


"Simpan aku di terdalamnya hatimu
Bungkus dengan kertas biru

Bukalah nanti di depan  bidadari-bidadari
yang salah satunya ada aku...."


                                demetria