About Feeling


Don't explain your feelings. They belong to you
.


-Paulocoelho -

Luka

Entah kenapa tak kunjung sembuh juga luka ini. Walaupun kamu selalu datang dengan segerobak antiseptic dan kasa sterilnya. Aku mulai bosan dengan luka ini !. (dari Catatan Luka Yang Menganga)

'Ojo gumunan'



Bapak Soeharto (alm) pernah bilang, "Dadi menungso, ojo gumunan". Jadi gag usah 'gumun' sama apa yg kita temui dan hadapi. Biasa saja. Nothing special. Inilah hidup.

Hening (dalam keramaian)



'Hening (dalam keramaian)', satu komposisi dari Jay yang dimainkan dengan saxophonenya dan Harley Yoga dengan bass nya, di Jazz Mben Senen tadi malam. Bagus banget...

Idenya, kata Jay, adalah bahwa dalam 'hening' kita bisa menguasai jiwa agar lebih bijaksana.
Aku suka idenya !!

...Begini, Begitu....

Ah, hidup.
Hidup harus yang praktis. Nggak perlu BEGINI atau BEGITU,
Sebab bisa-bisa kita berharap BEGINI, ternyata yang terjadi BEGITU,
Kalau terlalu dipikirkan, nanti BEGITU banget deh...

Tapi juga,
Hidup jangan BEGINI-BEGINI saja,
Kalau BEGINI-BEGINI saja, bagaimana kita bisa mengikuti jaman yang sudah seBEGITUnya ?

Kalau hidup BEGINI-BEGINI saja,
Gimana dong kalau kita pengen yang BEGITU-BEGITUan ?
Dari mana kita dapat BEGINIan ?

Atau BEGINI saja deh,
mungkin lebih asyik,
Aku BEGINI, kamu BEGITU
oke ?

..bahkan..



(sekarang)

...bahkan gerimispun 'bernada' tak ramah lagi...

Laranya Ara



Bergegas Ara menyelesaikan menyiapkan makan siang untuk anak-anaknya. Siang ini, entah kenapa, ia merasa rindu dengan ibunya. Ibu yang telah meninggalkannya selama-lamanya setahun yang lalu. Ara ingin berziarah ke makam ibunya.

Dengan motor maticnya dia berangkat ke jl. Siti Sonyo, tempat ibunya 'beristirahat'. Sampai di sana dia segera membersihkan rumput, menyapu dan mengelap nisan ibunya hingga bersih. Di letakkannya setangkai mawar kuning, yang dia petik dari halaman rumahnya.

"Ini mawar dari halaman rumahku, bu". Kemudian Ara mengirimkan doa buat ibunya dengan khusyuk. Setelah berdoa, dia lama tertegun, tak terasa ada air mata mengembang di sudut matanya. Ada gundah yang menyesakkan dadanya. Ada yang ingin ia ceritakan pada ibunya, tanpa maksud mengganggu 'tidur tenang' sang bundanya.

"Ibu, apa kabarnya ?", sapanya membuka pembicaraan dengan ibunya. "Aku sedang sedih bu. Sebenarnya aku nggak mau menyusahkan ibu, tapi aku juga nggak tahu harus cerita kemana"

"Bu, aku ingat, dulu ketika ayah meninggalkankan kita karena terjerat wanita lain, ibu dengan mudahnya memaafkan ayah. Begitu juga kejadian kedua, ketiga dan keempat. Ibu dengan cinta dan maaf yang seolah tak berbatas, memaafkan ayah, yang terus dan terus mengulang kesalahan yang sama.

Saat itu aku kesal dengan ibu !. Aku menganggap ibu adalah wanita yang tak berprinsip, wanita yang lemah, wanita yang -maaf bu- nggak punya harga diri. Walaupun saat itu ibu sudah menjelaskan padaku artinya satu pengorbanan buat hal yang lebih besar, yakni bertahan demi kami anak-anak ibu. Tapi alasan itupun tak bisa aku terima. Hingga saat ayah meninggalpun, aku tak sedikitpun menangis kan bu ?.

Ah maafkan aku ayah..".

Ara, menarik nafas panjang, airmatanya makin deras membasahi nisan ibunya.

"Bu, dan sekarang, akupun mengalami hal yang sama dengan ibu. Terkhianati oleh suamiku. Dia pergi dengan perempuan lain. Dan, seperti juga ibu, aku tak berdaya, dan tak berbuat apa-apa, juga demi anak-anakku, bu..."

Komplek pemakaman itu hening. Hening, sampai terdengar bunyi tetesan air mata Ara yang jatuh deras ke atas nisan ibunya....

Menghitung Kemudahan Dalam Kehidupan



Musthafa As-Siba'i
benar ketika mengatakan, "Kunjungilah penjara sekali saja dalam hidup, agar engkau merasakan nikmatnya kebebasan. Kunjungilah pengadilan sekali dalam satu tahun, agar engkau tahu kemurahan Allah yang telah memberimu akhlak mulia. Kunjungilah rumah sakit sekali dalam sebulan, agar engkau sadar atas nikmat kesehatan yang dianugerahkan Allah kepadamu. Kunjungilah kebun sekali dalam seminggu, agar engkau menjadi peka terhadap keindahan alam yang disuguhkan Allah kepadamu. Kunjungilah Tuhanmu setiap waktu, agar engkau mengetahui bagaimana kemurahanNya kepadamu".

Tapi persoalannya, bukan sekedar kunjungan. Ketajaman radar jiwa kita untuk menangkap setiap kenikmatan yang diberikan Allah itulah yang utama. Betapa kita lebih mudah mengenali kesulitan hidup daripada kemudahannya. Kita lebih mudah mengingat beban hidup daripada keringanan yang sering kita temukan.

Akhirnya kitapun lebih kuat mengingat keburukan yang dilakukan orang daripada kebaikannya. Padalah, Allah sendiri telah mengingatkan, "Maka sesungguhnya bersama kesulitan pasti ada kemudahan", (Qs. Al-Insyirah; 5-6).

Anehnya lagi, kita sering menempatkan Allah dalam 'posisi yang serba salah'. Betapa tidak. Banyak diantara kita yang meminta sesuatu, tapi ketika permintaannya dikabulkan oleh Allah, bukan syukur yang diucapkan, tapi malahan keluh kesah yang dilantunkan.

Misalkan, banyak yang minta kenaikan jabatan, begitu permintaan dikabulkan, mulailah mengeluh atas beban tugas yang musti dikerjakan/diselesaikan. Banyak yang minta dianugerahi anak, tapi sangat banyak yg mengeluh saat harus bangun tengah malam mengganti popoknya. Ada pula yang minta jodoh pada Allah, tapi begitu dikabulkan, malahan bersikap tidak baik pada istrinya/suaminya.

Keimananlah yang membuat setiap muslim mampu tegas dalam kesulitan hidup. Seperti ditulis dalam Al Qur'an, "Dan tidaklah putus asa dari rahmat Allah, kecuali orang-orang kafir", (Qs Yusuf 87). Keimanan itu pulalah yang mendorong kita untuk memohon kepada Allah agar dikuatkan dalam menghadapi kesulitan hidup. Kita belajar dari Nabi Yakub as yang ucapannya diabadikan dalam Al Qur'an "Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku" (Qs Yusuf 12;86)

Ok, marilah kita selalu menghitung kemudahan dalam hidup ini, atar kita lebih mudah untuk mensyukur...

Menapaki Jalan Ke'agungan'


Hormatilah penciptaan diri kita dengan cara senantiasa bersyukur dan mengolah kenangan indah yang pernah kita alami, agar kehidupan kita saat ini dan di masa yang akan datang jauh lebih menakjubkan.

Bagi pribadi-pribadi yang 'kerdil', ini memang pekerjaan yang sulit dikerjakan. Tapi bagi seseorang yang telah berada di jalan keagungan yang tak lagi mempersoalkan cecabang makna dari sebuah peristiwa, itu hanya pekerjaan yang sederhana.
Sebab bagi mereka yang telah sampai di jalan ini semua peristiwa hanya memiliki sebuat makna, yaitu HIKMAH.

Peristiwa dan kejadian bukan lagi pertentangan antara suka dan duka. Bukan lagi suci yang bersebrangan dengan kotoran (tidak suci). Seorang penulis, Gde Prama, menyebutnya dengan 'sembah rasa', yakni rasa yang memeluk mesra semuanya (semua rasa).
Hal ini persis dengan kebaikan seorang ibu yang mengasuh anak tunggalnya. Ketika sang anak tersenyum, ia akan mengendongnya. Tapi ketika anaknya menanggis sambil menyisakan kotoran di celananya, lagi-lagi sang ibu menggendongnya dengan kasih sayang yang sama.

Demikian halnya yang dilakukan oleh orang-orang yang melangkah di jalan-jalan keagungan. Mereka yang melangkah di jalan ini akan belajar tersenyum bahagia terhadap apa saja yang terjadi dalam kehidupannya. Hal fundamental yang dilakukan hanyalah memangkas semua cabang makna dari setiap peristiwa dan menggantikan dengan pandangan bahwa dibalik setiap kejadian mengandung HIKMAH.

Dengan pandangan hidup seperti ini, maka setiap peristiwa dalam kehidupan tidak lagi berada di antara pendulum sedih dan bahagia. Sebab hidup dalam pusaran sedih dan bahagia adalah kehidupan yang disediakan hanya untuk orang-orang 'kerdil'. Sementara bagi seorang yang telah sampai di Jalan Keagungan, peristiwa adalah murni peristiwa, mereka tidak mengenal peristiwa sedih atau peristiwa bahagia. Sebab bagi mereka sedih dan bahagia hanyalah satu PERSEPSI, hanya masalah PENERIMAAN.
Hal ini terjadi karena orang yg telah sampai di jalan keagungan melewati semua dengan senyuman.

Ya, HIKMAH. Kata inilah yang membedakan seseorang dengan orang yang lain. Dengan peristiwa yang sama, misalnya kehilangan uang berjuta-juta. Bagi seseorang, mungkin itu merupakan peristiwa yg buruk, menyedihkan, bahkan mungkin kutukan. Tapi bagi orang lain, bisa jadi itu menyimpan satu pesan, bahwa tidak ada yang perlu disombongkan dari diri kita. Semua hanya pinjaman dari Allah SWT yang bisa Ia ambil kapanpun.

Nah, marilah kita membiasakan diri kita untuk hidup seperti seorang ibu yang mengasihi anaknya, baik anak sedang tersenyum ataupun menangis lengkap dengan sisa kotoran di celananya. Marilah kita mendisiplinkan diri untuk menerima semua kejadian dengan SENYUMAN, membimbing diri mengerucutkan cabang makna peristiwa menjadi sebuah gugus yaitu HIKMAH..

Keep smile with your life..... :)

Aku

Adalah aku, yang tak mengerti aku...