Pelangi Hati Kami


Namaku Demetria Rinie. Aku bekerja sebagai Sekretaris di sebuah Perusahaan Jepang di Jakarta. Meskipun tergolong sudah memiliki posisi yang mapan dalam perusahaan, aku memutuskan untuk berhenti.

Keputusanku itu bukanlah semata-mata untuk membuat suamiku senang karena akhirnya aku mengalah dan ikut dengannya pindah tugas ke Balikpapan.
Namun aku melakukan semua ini untuk menjaga keutuhan rumah tangga yang telah kubina dengan sepenuh hati.

Tidak ada yang membahagiakan bagi seorang ibu ketika melihat putra-putrinya tumbuh sehat dan pintar. Begitu juga denganku, yang saat ini memiliki seorang putri yang berusia 13 tahun dan seorang putra yang berusia 7 tahun. Suamiku pun baik dan sangat pendiam.Sifat pendiamnya ini berasal dari keluarganya yang juga tidak banyak bicara. Bila merasa tidak perlu, ia tidak akan bicara. Sangat berbeda denganku yang selalu ingin membagikan cerita apapun yang sedang ada di pikiranku saat itu.
Perbedaan karakter antara kami terkadang menyusahkan, tapi bagaimanapun, ia adalah pria pilihanku yang sangat kucintai.


Saat masih bekerja, aku tak begitu merasakan adanya masalah dengan sifat suami yang pendiam. Karena biasanya kami berkomunikasi dengan menggunakan SMS, malahan terkadang saling mengirim e-mail. Namun ketika aku berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga penuh, barulah masalah komunikasi itu muncul di antara kami.

Sifatku yang lebih terbuka terkadang justru menimbulkan salah terima buat suamiku. Istilahnya mungkin kami berdua memiliki 'frekwensi' yang berbeda sehingga tidak 'maching'.

Kondisi ini benar-benar membuatku tidak nyaman, apalagi setiap hari aku selalu ada bersamanya dan harus berkomunikasi dengannya.
Terkadang aku sering kebingungan dalam mencari bahan pembicaraan yang tepat dengannya. Salah-salah bisa terjadi pertengkaran jika topik yang diangkat ternyata menimbulkan kesalahpahaman.

Aku kembali memikirkan hakikat pernikahan, yang pada dasarnya bukan hanya untuk menyatukan dua karakter yang berbeda. Lebih jauh lagi, pernikahan adalah tentang bagaimana dua orang dengan karakter yang berbeda dapat hidup berdampingan seiring sejalan. Mendukung kelebihan pasangan dan menutupi kekurangannya.


Berdasarkan pemikiran sederhana itulah suatu saat akau punya ide untuk menciptakan ruang favorit di dalam rumah, yaitu teras belakang. Hobi suami yang sering berada di depan komputer aku penuhi dengan memindahkan komputernya ke teras belakang. Dan, untuk tetap menyalurkan hobi membacaku, kupindahkan semua koleksi bukuku ke teras belakang juga.
Dengan adanya barang-barang favorit kami, mau tidak mau kami harus 'memaksakan diri' untuk berada di ruang tersebut.


Biasanya, ketika malam tiba, dan anak-anak sudah tidur kami berdua asyik di teras belakang. Ia mengutak atik komputer dan aku membaca buku. Bila jenuh dengan hobi masing-masing, kami duduk berdua di ruangan tersebut, sambil minum teh dan membicarakan banyak hal. Dari diskusi berita yang sedang hangat di TV, masalah anak-anak, hingga diskusi soal rumah tangga.


Kalau sudah begiu, kami akan merasa nyaman dan tenang, sehingga terciptakan 'frekuensi' yang sama di antara kami, yang membuat keharmonisan keluarga kami terjaga.
Teras belakang, mampu menjadi surga penuh kedamaian bagi keluargaku. Ternyata, perbedaan itulah yang membuat hidup kita semakin indah dan berwarna dan akupun semakin mensyukuri mendapatkan pria pendiam seperti suamiku. Pria yang begitu kucintai dan mencintaiku. Alhamdulilah.....



- Alhamdulilah, ceritaku ini adalah salah satu pemenang dalam kampanye 'Mari Bicara' Sariwangi, yang telah dibukukan dalam '100 Kisah yang menghangatkan hati' dan diterbitkan oleh PT Gramedia (hal. 173), semoga bisa memberikan manfaat :) -

4 komentar:

Unknown mengatakan...

ohh kata-katanya dalam...

DemetriaRinie mengatakan...

begitu kah ? :)

yuyuk mengatakan...

selamat yaaa :D kee writing ;)

DemetriaRinie mengatakan...

thank mbak yuyuk.. :D