P n S (dan S)


Sulastri menatap Ponidi yang mengemasi barang-barangnya.

Saat mengambil satu photo mereka 5 tahun yang lalu, photo ketika mereka belum menikah, Ponidi sesaat terdiam. Sulastri melihat sekilas Ponidi menghela napas panjang, lalu memasukan photo itu dalam tasnya.

Hari ini, seminggu setelah pembacaan ikrar talak mereka. Ponidi datang untuk mengemasi barang-barangnya. Dia akan pulang ke kampungnya, Nganjuk dan tinggal di sana.

Pada akhirnya mereka berdua tak sanggup lagi saling membohongi diri. Ternyata hidup berbagi sebagai pasangan suami istri tak cukup hanya bermodalkan cinta pada pandangan pertama. Tak cukup juga hanya pada kekaguman raga.

Mereka menyadari, bahwa ada rasa sayang antara mereka yang tak bisa mereka urai dengan kata. Dan mana ada yang percaya jika setiap kata yang terucap selalu jadi penyebab satu pertikaian yang tak ada ujungnya.

Mungkin cinta mereka akan lebih indah bila ada di hati yang tak -lagi- berlumur amarah. Mungkin cinta mereka akan lebih sejuk bila mereka bersaudara. Alasan itulah yang menguatkan mereka untuk menyudahi semuanya.

Pedih buat Sulastri. Mungkin perih juga untuk Ponidi.

"Ponidi ndak mungkin bisa hidup sendiri tanpa seorang istri", kata itu yang selalu terngiang di hati Sulastri.
Itu ucapan ibu Ponidi beberapa bulan yang lalu padanya.
Dan sekarangpun, Sulastri mendengar berita dari salah seorang kerabat di desa bahwa mantan pacar Ponidi semasa SMP di desa mulai di'dekat'kan lagi dengan Ponidi. Sumarni namanya.

Gadis desa lugu yang manis dan pastinya memiliki hati yang tak sekeras Sulastri.

"Aku pergi dulu ya Nduk", kata Ponidi lirih.
"Sing ngati-ati jaga diri. Kalau ada apa-apa jangan sungkan hubungi aku".

"Iya Kang, Kakang juga sing ngati-ati", sekuat tenaga Sulasti menahan airmatanya.

Setelah mengikat tasnya di atas motornya, memakai jaket dan helm, Ponidi pun pergi.

Sulastri menatap punggung Ponidi menjauh. Dia sadar bahwa 'sebagian hatinya' kini sudah pergi.
Dan dia tahu, hati Ponidi bukan untuk dia lagi. Ada Sumarni yang akan mengambilnya.

Sulastri mengusap airmatanya, masuk ke dalam rumah dan menutup pintunya.

Dia tahu, bahwa hidup bukan cuma hari kemarin dan hari ini saja....

(..sebuah pengembangan cerita dari "Su Marni Dalam Imajinasi" - D. Herwindo)

0 komentar: