"Saat Ali Bin Abi Thalib Ingin Menikah Lagi"
"Bila Fatimah tidak diciptakan, Ali tidak akan mempunyai istri. Bila Ali tidak diciptakan, maka Fatimah tidak akan memiliki pasangan" (Hadist)
Itulah gambaran Balada Cinta Suci antara putri Rasulullah, Fatimah dan Ali Bin Abi Thalib.
Dalam perjalanan pernikahan mereka, Ali pernah berniat ingin menikah lagi. Tentang kapan peristiwa itu terjadi tidak ada riwayat yang menerangkannya secara pasti. Sejarah hanya mencatat bahwa keinginan Ali untuk menikah lagi itu saat Fatimah masih hidup.
Tidak ada yang lebih menyakitkan hati seorang perempuan melebihi sakitnya dimadu oleh suaminya. Demikian pula yang dirasakan oleh Fatimah. Meskipun niat Ali baik, namun Fatimah tetap menolak jika harus dimadu dengan istri lain.
Wanita yang ingin dinikahi oleh Ali adalah anak perempuan Abul Hakam bin Hisyam, seorang tokoh musyrik yang dikenal dengan nama Abu Jahal. Setelah ayahnya meninggal, putrinya kemudian masuk Islam.
Meskipun putri Abu Jahal sudah masuk Islam, tapi banyak kaum muslimin yang mencemooh dan menjauhi dirinya. Ini tidak lain adalah karena dosa dan kejahatan Abu Jahal kepada Islam.
Ali bin Abi Thalib merasa kasihan dengan penderitaan putri Abu Jahal itu yang harus memikul kejahatan ayahnya, padahal dalam Islam :
"....Seorang yang berdosa, ia tidak memikul dosa orang lain.... (QS. al-An'aam 6; 164)
Untuk menyelamatkan putri Abu Jahal, Ali berniat memperistrinya.
Oleh karena itu, Ali mengutarakan maksudnya kepada istrinya, Fatimah. Ali sudah menduga istrinya akan marah, tidak tidak menduga jika kemarahan istrinya akan sehebat yang disaksikannya sendiri.
Fatimah sedih mendengar apa yang diutarakan oleh suaminya yang sangat dicintainya. Ia menangis karena tertusuk hatinya. Hatinya hancur disebabkan gelisah dan bersedih. Rasulullah pun tidak tega melihat putrinya bersedih.
Hingga suatu hari Rasulullah berangkat ke mesjid dalam keadaan marah. Sesampai di sana, Beliau naik mimbar dan berpidato di depan para sahabat. "Sungguh keluarga Hisyam bin Mughirah (keluarga Abu Jahal) minta ijin kepada saya untuk menikahkan putri mereka kepada Ali. Saya tidak mengijinkan mereka berbuat demikian. Kecuali, kalau Ali menceraikan putri saya, Fatimah, lalu menikahi putri mereka. Sungguh, putriku Fatimah adalah bagian dari diriku. Barang siapa membuat hatinya Fatimah cemas, ia mencemaskanku. Barang siapa menyakitinya, dia menyakitiku. Barang siapa yang membuatnya bahagia, ia membahagiakannku".
Setelah mendengar pidato Rasulullah, Ali pulang ke rumah dengan hati gelisah. Ia langsung menemui Fatimah dan meminta maaf atas kekeliruannya.
Dengan isak tangis, Fatimah mengatakan, " Allah mengampuni Anda, Abul Hasan"
Air mata Fatimah berlinang karena terharu. Fatimah merasakan betapa besar kasih sayang dan perhatian yang diberikan ayahnya kepadanya. Fatimah merasa terharu atas ketegasan sikap ayahnya. Setelah itu Fatimah berdiri dan melakukan shalat.
...........
Subhanallah, Rasulullah pun tidak ridha putrinya dimadu oleh suaminya. Karena bagaimanapun hati tidaklah bisa dibagi.
Hmm...aku jadi berpikir, akupun ingin jadi istri seperti Siti Khadijah atau putrinya Fatimah... Insyaallah....
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
Aamiin, akupun berkeinginan demikian
Aamiin, akupun berkeinginan demikian
Posting Komentar